Kasus Korupsi Dana PEN, KPK Periksa 11 Saksi
Humas KPK, Tessa Mahardika. |
SITUBONDO (WARTARAKYAT) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa 11 saksi terkait kasus korupsi penggunaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Selasa, (12/11/2024).
Pemeriksaan ini dilaksanakan di Kantor Kepolisian Resor (Polres) Situbondo, Jalan PB Sudirman Nomor 30, Kelurahan Patokan.
Humas KPK, Tessa Mahardika, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan terhadap saksi-saksi ini berlangsung hingga malam hari.
Para saksi yang diperiksa terdiri dari berbagai pihak, termasuk pengusaha dan pejabat di Pemerintah Kabupaten Situbondo. Saksi-saksi tersebut di antaranya adalah R, pemilik CV Medyatama, CV Cahaya Baru, CV Sinar Dua, CV Abimanyu, serta Direktur CV Dhita Bangun Karya.
Selain itu, beberapa saksi lain yang diperiksa termasuk SS, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Situbondo, dan AY, seorang pegawai negeri sipil di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Situbondo.
Tessa juga menambahkan bahwa KPK hingga kini belum melakukan penahanan terhadap Karna Suswandi, mantan Bupati Situbondo yang merupakan tersangka utama dalam kasus ini.
Proses penahanan, lanjutnya, sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik, yang akan dilakukan apabila memenuhi syarat subjektif penahanan, seperti adanya cukup bukti atau menjelang berkas perkara dinyatakan lengkap.
"Proses penahanan akan dilakukan ketika penyidik merasa telah memenuhi syarat subjektif, atau saat berkas perkara dinyatakan lengkap," jelas Tessa.
Kasus ini berawal dari dugaan penyalahgunaan dana PEN yang disalurkan kepada sejumlah proyek yang tidak sesuai prosedur. Dana PEN merupakan bantuan pemerintah pusat untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi COVID-19. (Kompas/Ed: Ruk)
Dasar Hukum:
• Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tindakan pidana korupsi dan prosedur penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, memperkuat pemberantasan korupsi dan menambahkan ketentuan terkait penyalahgunaan wewenang pejabat publik.
• Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur mengenai penahanan tersangka, dengan ketentuan bahwa penahanan dapat dilakukan setelah adanya bukti yang cukup dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.