Pemanggilan Kades oleh Bawaslu Jember Picu Polemik, 'Sapunya Harus Bersih'
Kepala Desa Sidomulyo, Kamiluddin (kiri) dan Kepala Desa Ledokombo, Ipung Wahyudi, Rabu (6/11/2024) memenuhi panggilan Bawaslu Kabupaten Jember. (Dok. Nang/Wartarakyat.site) |
Jember, Wartarakyat.site – Polemik terkait netralitas Pemilu di Kabupaten Jember semakin memanas setelah Bawaslu setempat memanggil sejumlah kepala desa untuk klarifikasi dugaan pelanggaran netralitas.
Salah satunya adalah Kepala Desa Sidomulyo, Kamiluddin, yang pada Rabu (6/11/2024) memenuhi panggilan Bawaslu terkait laporan bahwa dirinya hadir di acara kampanye salah satu pasangan calon bupati-wakil bupati.
Kamiluddin, yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Jember, mengaku tidak keberatan untuk memberikan klarifikasi atas laporan tersebut.
Namun, ia menegaskan bahwa Bawaslu seharusnya tidak hanya fokus memanggil kepala desa. Ia menyarankan agar lembaga pengawas Pemilu tersebut juga melakukan introspeksi terkait dugaan keterlibatan oknum penyelenggara Pemilu yang malah berpihak pada pasangan calon tertentu.
"Kalau ingin menyapu lantai yang kotor, sapunya harus bersih. Saya rasa Bawaslu juga perlu mengawasi oknum penyelenggara Pemilu, seperti anggota PPS, KPPS, atau PTPS yang malah bertransformasi menjadi tim sukses pasangan calon tertentu," ujar Kamiluddin saat memberikan keterangan usai diperiksa oleh Bawaslu.
Bawaslu Jember sebelumnya menerima laporan yang menyebut Kamiluddin hadir di acara kampanye, yang dianggap melanggar ketentuan netralitas kepala desa. Dalam pemeriksaan tersebut, Kamiluddin mengonfirmasi bahwa dirinya hadir sebagai warga negara yang memenuhi hak konstitusionalnya, bukan dalam kapasitas sebagai kepala desa.
Selain Kamiluddin, Kepala Desa Ledokombo, Ipung Wahyudi, juga dipanggil Bawaslu Jember. Ipung, yang sebelumnya mengunggah video dengan mengenakan baju berwarna pink di akun TikTok-nya, dituduh melanggar netralitas Pemilu karena warna tersebut dianggap identik dengan pasangan calon nomor urut 02, Gus Fawait-Djoko Susanto.
Menanggapi hal ini, Ipung mengklaim bahwa warna pink yang ia kenakan adalah warna kesukaannya, bukan simbol dukungan kepada salah satu pasangan calon.
"Warna pink itu warna cinta, saya ingin Pilkada berjalan damai. Saya tidak mengajak warga untuk memilih salah satu calon, ini hak pribadi saya sebagai warga negara," ujar Ipung.
Kedua kepala desa tersebut sepakat bahwa Bawaslu Jember perlu mengawasi semua pihak yang terlibat dalam Pemilu secara adil. Mereka menegaskan bahwa keterlibatan oknum penyelenggara Pemilu yang berpihak pada calon tertentu justru dapat merusak integritas Pemilu.
Kamiluddin juga menambahkan bahwa, sebagai Ketua APDESI, ia memiliki kewajiban untuk melindungi anggotanya, dan ia berharap agar Bawaslu tidak hanya menargetkan kepala desa sebagai sasaran tembak.
"Kami para kepala desa di lapangan tahu betul apa yang terjadi. Tapi kalau ada oknum penyelenggara yang bermain, seharusnya Bawaslu juga turun tangan," pungkasnya.
Kritikan keras terhadap Bawaslu Jember datang tidak hanya dari Kamiluddin dan Ipung Wahyudi, namun juga dari sejumlah pihak yang menilai ada ketidakadilan dalam penegakan hukum Pemilu di tingkat desa.
Menurut mereka, apabila Bawaslu ingin menegakkan keadilan dan netralitas, maka pengawasan terhadap seluruh elemen penyelenggara Pemilu harus dilakukan secara menyeluruh dan adil.
Komisioner Bawaslu Jember, Devi Aulia Rahim, mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan kajian lebih lanjut terkait pernyataan dari kedua kepala desa tersebut. "Kami akan kaji lebih lanjut dan diskusikan di Sentra Gakkumdu untuk memastikan apakah ada pelanggaran atau tidak," ujar Devi. (Nang/Ed:Ruk)